Long weekend ini gue nonton film lama Jim Carrey yang judulnya “The Truman Show.” Gue penasaran sama film ini gara-gara lihat beberapa cuplikannya di fyp TikTok, dan setelah ditonton ternyata ceritanya cukup menarik. Dan film yang tayang 25 tahun lalu itu masih sangat relevan dengan fenomena media sosial di zaman sekarang.
Jadi, The Truman Show bercerita tentang seorang produser televisi bernama Christof yang bosan dengan akting para aktor di layar kaca, dan dia ingin membuat acara yang orisinal dan seperti kehidupan sungguhan. Akhirnya Christof mengadopsi seorang bayi laki-laki yang diberi nama Truman Burbank, lalu dia merekam kehidupan Truman selama bertahun-tahun dari bayi hingga dewasa, dan menayangkannya di televisi dengan judul “Truman Show.”
Tapi, nggak seperti reality show pada umumnya, Truman nggak tahu kalau kehidupannya sedang direkam. Dia nggak tahu kalau daerah tempat dia tinggal itu hanya sebuah studio yang sangat besar. Dia juga nggak tahu kalau apa yang terjadi dalam hidupnya sudah direncanakan oleh Christof. Bisa dibilang Christof adalah “tuhan” dalam hidup Truman. Dia yang menentukan siapa saja orang-orang yang muncul dalam hidup Truman, termasuk orangtua, teman, tetangga, dan istrinya. Dia yang mengendalikan kisah hidup Truman demi mendapat rating tinggi. Dia bahkan mengatur aktivitas jalanan saat Truman berangkat ke kantor, dan kapan hujan turun.
Sampai suatu hari Truman sadar ada yang aneh dalam hidupnya seperti lampu yang jatuh dari langit, dan istrinya yang menggunakan alat rumah tangga sambil bicara seperti bintang iklan. Truman akhirnya mengetahui kalau dia berada dalam sebuah reality show. Truman pun memberanikan diri untuk menemukan jalan keluar dari studio bernama Pulau Seahaven yang menjadi tempatnya tinggal selama ini, dan pergi ke dunia nyata.
Setelah nonton The Truman Show, gue jadi kepikiran. Gimana kalau ternyata kita adalah Truman, dan ada orang di luar sana yang menonton hidup kita? Well, kalau dipikir lagi, dengan perkembangan sosial media sekarang di mana orang-orang menjadikan hidup mereka sebagai konten, kita sebenarnya sudah menjadi Truman. Kehidupan pribadi kita menjadi konsumsi para follower kita. Mereka jadi tahu kita lagi di mana, makan apa, apa yang sedang kita rasakan, dan sebagainya. Bedanya dengan Truman, kita memberikan akses untuk orang asing menonton hidup kita secara sadar dan suka rela. Namun, sama seperti Christof yang mengatur cerita hidup Truman demi rating, kita kadang setuju mengikuti permintaan para follower agar mereka tetap follow kita dan menyukai konten yang kita buat.
Sebagai penutup, gue mau kasih satu “fun fact” yang berhubungan dengan film The Truman Show. Ternyata, ada cukup banyak orang di dunia ini yang merasa hidupnya seperti Truman. Mereka merasa ada yang merekam dan mengatur kehidupan mereka. Oleh para psikolog gejala penyakit ini dinamakan “The Truman Show Delusional.” Tapi, mereka nggak menderita penyakit delusi itu karena habis nonton film ini ya. Karena kasus penyakit itu sudah lama ditemukan jauh sebelum film ini tayang.
Lagipula, terlepas dari kehidupan pribadi kita yang menjadi konten di sosial media, bukannya kita memang Truman dalam skenario Tuhan?