Pulang (Chapter 15)

Pukul 20.35 WITA, Indy masih menatap jam dinding di messnya, menunggu Danilla pulang sambil mengerjakanlaporan di meja ruang tamu. Hingga, sebuah suara ketukanpintu terdengar dan Indy langsung beranjak dari duduknya. Saat dibukanya, Danilla cukup lusuh dengan wajah yang lelahdan celana yang tampak basah serta kotor hampirsetengahnya. Indy khawatir dan langsung menghamburnyadengan pertanyaan.

“Lo kenapa, Dan? Jatuh?”

Danilla tidak berpikir banyak dan langsung memeluk Indy dengan erat. Indy mengusap punggung Danilla dan merasakankesedihannya. Pada saat itu, Danilla akhirnya runtuh bahkantidak mencoba untuk tegar dan berdiri dengan keteguhannya.

“Gue sadar gue masih berharap sama Langit, tapi itu nggamungkin. Gue mutusin untuk mengakhiri semuanya. Diakecewa banget sama gue sampe buang kalungnya ke danau. Gue berusaha cari, Ndy. Tapi ngga ketemu. Gue ini kenapa, Ndy?”

Indy mengusap punggung Indy makin cepat hingga dia tidaktau apa yang harus dikatakannya pada Danilla yang runtuh. Tetapi Indy tidak ingin sahabatnya berpikiran buruk.

“Ngga ada yang larang lo untuk merasakan hal ini, Dan. Perasaan lo, yang tau hanya lo. Gue ngga akan maksa lo untuksama Langit. Bahkan lo tetep berjuang untuk dapetin kalungitu kembali walau udah dibuang. Gak apa-apa, Dan. Lo nggausah pertanyakan diri lo. Lo akan baik-baik aja.” Indy mengatakan itu sambil menahan rasa sedih yang dia rasakanjuga. Danilla mengangguk di pelukan Indy.

“Sekarang, lo harus ganti baju dan mandi. Lo jangan sampesakit sebelum pulang ke Jakarta, ya? Lo harus kuat sepertiDanilla yang gue kenal.”  Dengan ucapan Indy yang terakhir, Danilla akhirnya menegakkan badannya lagi dan mengangguklalu masuk ke dalam kamarnya.

***

Empat hari kemudian…

Keramaian bandara Soekarno Hatta pada sore itu tampak lebihlengang. Orang-orang membawa tas dan menggeret kopernya.Dari jendela kaca bandara, tampak hujan besar baru sajaberakhir.. Dari terminal kedatangan, Fikar dengan jaketparasut dan tas selempangnya menunggu sang kekasih datang. Dari kejauhan, Danilla, Indy dan Berry membawa kopernyamasing-masing. Hanya Berry yang tampak membawa banyakbawaan oleh-oleh untuk keponakan-keponakan dan keluargabesarnya.

Dari jauh, Fikar sudah melemparkan senyumnya pada Danillasambil merentangkan kedua tangannya mendekati kekasihnya. Danilla menatap Fikar tersenyum dan menyambutpelukannya. Danilla membiarkan dirinya nyaman di pelukanyang dia rasakan selama kurang lebih menuju dua tahun.

“Welcome home sayang! Kangen banget!” Fikar benar-benarmemeluk Danilla dengan erat dan senyum besarnya. Indy di belakangnya bergumam cukup keras sambil menatap tidaksuka pada Fikar.

“Lupa ya, kalo panggilan sayangnya itu by.” Fikar sempatmenoleh kepada Indy yang mengucapkan itu. Sementara, Berry heran dengan tanggapannya.

“Biarin aja ngga sih, namanya juga baru ditinggal tiga bulan!”

Indy menariknya agak menjauh dari mereka yang berjalanberdua di depannya.

“Soalnya ini udah nyebelin, tapi gue ngga tau harus gimana.”

“Wah gue ketinggalan cerita apa nih?”

“Nanti aja di taksi, kita pisah aja sama mereka berdua. Daripada semobil sama Fikar. Hell no!”

“Wait, kenapa jadi segitunya sama dia? Parah lo ngga cerita-cerita!” Suara Berry sampai agak meninggi dengan gemasnyapada Indy. Indy langsung mencubit tangannya.

“Lo bisa kecilin suara lo ngga sih? Gue bilang nanti di taksi!” Berry meringis kesakitan lalu melepaskan tangannya dariIndy.

“Iya,  iya! Sakit banget ih! Semut rangrang!” Indy hanyamendengus kesal dengan perkataan Berry padanya.

Sementara, Fikar menggandeng tangan Danilla lalu mengusaprambutnya.  Fikar tersenyum seakan memang benar diamerindukan Danilla.

“Kamu laper ngga, sayang?”

“Iya, tadi terakhir makan siang di bandara Bima trus males nyemil apa-apa di pesawat. Soalnya ngantuk banget.”

“Kamu pasti capek banget deh, apa langsung aku anter pulangaja? Nanti makannya pesen online aja.”

“Aku harus lapor ke rumah sakit, Kar. Jadi, mending kitamakan dulu aja. Masih ada waktu dua jam kok sebelum kerumah sakit.” Fikar menggeleng-geleng kasihan pada Danillalalu mengusap pundak Danilla dengan pelan.

“Ngga bisa lapor besok aja gitu?”

“Ngga bisa, karena harus ketemu kepala rumah sakit, dan diadateng jam delapan ke rumah sakit. Tapi besok aku day off kok.”

“Yaudah, kita makan di tempat favorit kamu ya!”

“Kamu free hari ini? Ngga ada kerjaan?”

“Ngga ada, aku izin setengah hari karena mau jemput kamu.”

“Makasih ya, Kar.” Danilla tersenyum cukup manis hinggamembuat Fikar merasa memang dia merindukannya.

“Kita makan sekitar bandara aja ya, gak harus di café kesukaan aku, soalnya udah laper banget.”

“Okay, gak apa-apa sayang.”

Indy dan Berry berpamitan dengan Danilla dan Fikar. Indy benar-benar tidak dapat menyembunyikan perasaannya yang curiga sekaligus kesal pada Fikar. Namun dia cukup tau diriuntuk tidak mengungkapkannya pada Danilla dalamkerapuhannya. Indy memutuskan supaya Danillamengetahuinya sendiri dan menjalani kenyataan. Danilla dan Fikar pun sampai ke sebuah café resto bandara yang tidakterlalu ramai. Fikar melakukan hal-hal manis yang disukaipacarnya, yaitu tidak membiarkan Danilla menggeretkopernya yang berat, mengantri dan mengambilkan makananuntuk Danilla, hal terakhir merupakan yang tersulit. Itu adalahmembuat Danilla tertawa di rasa lelahnya.

“Tante Peggy bilang, talas kukus yang aku bawain buat tantesampe numpuk di kulkas. Karena ada satu minggu, akukirimin terus tiga hari berturut-turut. Aku beneran lupa kamuakan pergi lama. Trus tante Peggy bilang, Kar, udah tantelama-lama bisa panen talas.” Fikar benar-benar menirukancara tante Peggy berbicara. Pada saat itu, Danilla pun tertawa. Selesai sudah tugas Fikar untuk menghibur Danilla. Danillasampai dengan lahapnya menghabiskan makanannya.

“Kok kamu bisa lupa gitu sih?”

“Itu minggu pertama kamu pergi, dan aku tuh masih nganggepkamu lembur. Jadi aku kirim aja karena pasti kamu makanjuga.”

Danilla geleng-geleng kepala dan tersenyum lagi. Fikarmerasa itu adalah senyum manis yang dia ingin lihat hari itu.

“Kalo aku minta talasnya besok, tante ga akan apa-apa kan, ya?”

“Gapapa banget, nih tante Peggy udah chat aku. Nanti kaloDanilla udah pulang, kamu boleh kirimin talas kukus lagi.” Fikar menunjukkan chat dari tante Peggy sambil tepok jidat.

“Ahaha..bisa bareng ya kepingin aku sama tante. Kangen deh, dicerewetin.”

“Jadi kangennya sama tante kamu aja? Ngga kangen samayang bawain talas kukus?”

“Kangen kok. Apalagi, aku udah lama banget ngga dengerkamu panggil aku pake ‘by’.”

Danilla mungkin sengaja melakukan skakmat pada Fikar yang diam-diam sudah dia pendam. Benar saja, Fikar sejenaktertegun seakan lupa kalau itu adalah panggilan favoritnya. Namun, Fikar berusaha biasa-biasa saja.

“Kayanya kamu kelamaan pergi sampe aku lupa juga panggilan kamu, by. Tapi itu ngga ngerubah rasa sayang akusama kamu kok.”

Danilla hanya tersenyum menanggapinya hingga keduanyasudah menyelesaikan makannya.

***

Fikar dan Danilla masuk ke dalam koridor rumah sakit yang sudah agak lengang. Fikar masih menggandeng tanganDanilla.

“Kamu yakin mau aku tinggal?”

“Aku takut lama ketemu pak kepala. Ngga apa-apa, akupulang naik taksi aja, Kar.”

“Yaudah, barang-barangnya aku anter ke rumah kamu, biarkamu ngga usah bawa banyak.”

“Kamu ngga kerepotan?”

“Itu namanya sayang, by.” Fikar tersenyum lebar denganpedenya. Danilla tersenyum dengan manisnya perlakuanFikar.

“Makasih ya, Fikar. Aku masuk dulu. Kamu hati-hati di jalan.”

“Iya, by. Kamu juga ya.” Fikar mencium tangan Danilla dan Danilla sempat kikuk karena takut dilihat orang-orang. Danilla tau bagaimanapun Fikar hanya mengekspresikankerinduannya walaupun mungkin ada sosok lain di hatinya.

Danilla pun berpisah dengan Fikar dan memasuki ruangankepala rumah sakit. Hingga, tiga puluh menit berlalu. Danillakeluar bersama Indy dan Berry. Mereka bertiga sama-samakelihatan lelahnya.

“Tau gitu mah, besok aja ya ketemunya. Kan gue masihpengen rebahan.”

“Ga boleh ngeluh, besok kan kita dapet day off.”

Sementara, Danilla hanya memandang ke arah depan denganheran. Tampak beberapa petugas medis sibuk lalu lalang keIGD. Hingga, satu sosok yang familiar di mata Danillamembuat pandangannya fixed ke arah yang sama.

“Langit?!”

Exit mobile version