Pretty Little Liars (Chapter 5)

“Aku masuk ke kamar Lana dulu ya, Dis,” ucap Baskara. “Kamu juga kembali ke kamar kamu aja. Istirahat biar cepat sembuh.”

Setelah Lana membalas kata-katanya dengan anggukan, Baskara beranjak dari kursinya lalu masuk ke ruang 501 untuk menemui (tubuh) kekasihnya. 

Di dalam ruangan bernuansa krem itu, Baskara langsung menaruh tas milik Lana di nakas. Setelah itu dia menghampiri Lana, lalu membelai lembut pipi gadis itu sambil menatapnya sayu. 

Setiap kali melihat Lana yang terbaring lemah tak sadarkan diri di tempat tidur, hati Baskara selalu dipenuhi rasa penyesalan. Seandainya sore itu dia tidak meninggalkan Lana sendirian di Airbnb, gadis itu pasti tidak akan pergi bersama Disty. Kecelakaan naas itu tidak akan terjadi. Lana tidak akan koma seperti ini.

Namun, di satu sisi, Baskara sadar kalau penyesalan di hatinya itu tidak ada gunanya. Sama seperti yang dia sampaikan ke Disty tadi, “Penyesalan nggak akan bisa membuat waktu berputar kembali.” Jadi, yang bisa dia lakukan sekarang hanya menjaga Lana sebaik mungkin sambil terus berdoa agar kekasihnya itu bisa kembali sadar.

Setelah pipi Lana terasa lebih hangat, Baskara mendekat dan mencium lembut bibir Lana. Seperti Pangeran yang mencium Putri Tidur, Baskara berharap ciumannya akan membuat Lana terbangun. Detik itu Baskara tidak tahu kalau harapannya akan menjadi kenyataan. 

Cup! Bibir Lana balas mencium bibir Baskara. 

Seketika kedua mata Baskara terbuka, lalu dia menjauhkan wajahnya untuk bisa menatap wajah kekasihnya lebih jelas. “Lana?”

“Bas…” Lana tersenyum menatap Baskara. Lebih tepatnya, jiwa Disty yang berada dalam tubuh Lana tersenyum menatap kekasih adiknya itu.

***

Tidak lama setelah Baskara pergi meninggalkan rumah sakit untuk mengambil tas Lana di Airbnb tempat mereka menginap, tubuh Lana yang berisi jiwa Disty menunjukkan pergerakan. Awalnya hanya jari tangan, lalu perlahan kaki, hingga akhirnya Disty membuka matanya perlahan. 

“Ini… di mana?” gumam Disty pada dirinya sendiri.

Disty memperhatikan sekelilingnya yang sepi, dan akhirnya dia sadar kalau dia sedang berada di rumah sakit. Peristiwa kecelakaan yang menimpa dirinya dan Lana pun terlintas di kepalanya. Disty lalu mencoba duduk di tempat tidur agar dia bisa berpikir lebih jernih. Tapi, saat melihat bayangan wajahnya di jendela, dia terpaku.

Nggak mungkin…

Disty lalu mencoba turun dari tempat tidur. Sambil menahan sakit karena badannya terluka saat kecelakaan dan sudah berhari-hari tidak bergerak, Disty melangkah pergi ke kamar mandi. Saat pintu kamar mandi terbuka, dia melihat dengan jelas bayangan wajahnya di cermin. Gadis itu pun kembali terpaku.

“Nggak mungkin…”

Detik itu Disty menyadari kalau suara yang dia keluarkan tadi bukan suaranya, dan bayangan di cermin yang sedang menatap balik dirinya memang bukan bayangan dirinya.

Tapi, tidak seperti Lana yang jatuh menangis di lantai kamar mandi karena terpukul oleh kenyataan, Disty malah mendekat ke cermin seakan ingin memastikan kalau dia tidak sedang berhalusinasi. Lalu, saat dia akhirnya sadar kalau fenomena aneh yang terjadi pada dirinya bukan mimpi, bibirnya membentuk segaris senyum. Kemudian, gadis itu tertawa terbahak-bahak.

“Hahaha!” Disty menunjuk bayangan wajah Lana yang sedang menertawakannya di cermin. “Alana, semesta ternyata mendukung gue buat balas dendam sama lo! Hahaha!”

Belum puas Disty tertawa, dia mendengar suara perempuan seperti suara dirinya sedang bicara di depan pintu ruang rawatnya. Itu pasti Lana yang ada di tubuh gue, batin Disty. Dengan sedikit memaksakan kakinya yang masih lemah, Disty bergegas kembali ke tempat tidurnya.

Lalu, saat Lana masuk dan memohon agar Disty bangun, gadis itu pura-pura kembali koma.

***

Di saat bibir Baskara menyentuh bibirnya, Disty memutuskan untuk berhenti berpura-pura. Dia membuka matanya dan membalas ciuman kekasih adiknya itu. 

Harusnya gue basahin bibir pas di kamar mandi tadi, batin Disty saat memagut bibir Baskara yang terasa hangat. Well, pardon my chapped lips, Bas. I’ll kiss you with softer lips next time.

Disty ingin menangkup wajah Baskara dengan tangannya dan mencium bibir merah mudanya sekali lagi, tapi Baskara menghentikan ciumannya saat dia menyadari kalau Lana membalas ciumannya. Pemuda berkacamata itu lalu menjauhkan wajahnya untuk melihat wajah Lana. Dia ingin memastikan kalau dia tidak sedang bermimpi.

“Lana?”

Baskara menatap Lana. Paras wajahnya tampak kaget, senang, terharu, campur aduk menjadi satu. Sementara matanya yang berkaca-kaca menatap Lana seakan tidak percaya dengan penglihatannya. Lana sudah bangun dari koma?

“Bas…” Disty tersenyum menatap Baskara. Kemudian dia duduk di tempat tidur. “Aku…”

Belum sempat Disty menyelesaikan kata-katanya, Baskara langsung memeluknya erat seakan tidak mau kehilangan gadis itu lagi.

“Lan…” ucap Baskara dengan suara bergetar menahan haru. “Akhirnya kamu sadar, Lan…”

Disty kembali tersenyum. “Iya, Bas. Akhirnya aku sadar dari koma,” ucap Disty sementara kedua tangannya balas memeluk erat Baskara. “Maaf ya, aku sudah membuat kamu khawatir.”

Baskara menggeleng. Kemudian dia melepas pelukannya agar bisa melihat Lana lebih jelas lagi. Pemuda berkacamata itu masih tampak tidak yakin kalau Lana benar-benar sudah sadar. Disty kemudian mencubit perut Baskara yang tidak buncit. Dia tahu Lana sering melakukan itu ke Baskara setiap kali kekasihnya itu diam terpaku.

“Ini bukan mimpi kok, Bas,” ucap Disty mengikuti gaya bicara adiknya. “Aku benar-benar sudah sadar.”

Mendengar itu, Baskara pun tersenyum lega. Kemudian dia mencubit lembut pipi Lana.

“Aku ketemu suster dulu, ya?” ucap Baskara. “Biar dia panggil dokter dan kondisi kamu bisa segera diperiksa.”

“Oke…”

“Aku juga mau kasih tahu kakak kamu,” sambung Baskara. “Disty pasti senang melihat kamu sudah sadar. Kamu tunggu sebentar di sini, ya?”

Disty mengangguk sambil tersenyum. Lalu senyum di wajahnya berubah sinis saat Baskara berbalik pergi meninggalkannya. 

You wish, Bas, batin Disty. Waktu gue pura-pura masih koma tadi, Lana terus memohon supaya gue bangun dan mencari cara agar jiwa kami bisa kembali ke tubuh masing-masing. Melihat gue sadar kayak gini, dia pasti akan memaksa gue untuk menuruti permohonannya itu. 

“Walaupun gue tau cara untuk mengembalikan jiwa kita, gue nggak akan kasih tau lo, Lan,” ucap Disty sambil tersenyum sinis ke bayangan Lana di jendela. “Maaf, adik kecilku. Biarkan kakak kamu ini menyakiti hati kamu sampai puas. Baru setelah itu kita kembali ke hidup membosankan masing-masing.”

***

Mendengar tubuhnya sudah bangun dari koma, Lana bergegas pergi menemui Disty di kamarnya sebelum Baskara kembali. Dia ingin mengajak Disty bicara serius. Mereka harus segera menemukan cara agar jiwa mereka bisa kembali ke tubuh masing-masing.  

Tapi, belum sempat Lana membuka mulutnya, Disty mengucapkan sesuatu yang membuat Lana membeku di tempat.

“Kak Disty…” ucap Disty dengan mata berkaca-kaca. “Kak Disty nggak apa-apa?”

‘Kak Disty?’ Lana menatap Disty yang duduk di tempat tidur. Keningnya perlahan berkerut. Kenapa Kak Disty tetap memanggilku dengan namanya? Seharusnya dia memanggilku dengan nama ‘Lana.’

“Kak Disty?” Lana mencoba mengajak Disty bicara. “Yang ada di tubuh Kak Disty ini jiwaku, Kak. Jiwa Lana,” jelasnya. “Yang ada di tubuhku… jiwa Kak Disty, kan?”

Disty balas menatap Lana dengan kening berkerut. “Kak Disty ngomong apa sih?” ujar Disty terus bersandiwara. “Aku Lana, Kak.”

Lana kembali terdiam. Disty pun kembali bicara, “Kak Disty… amnesia karena kecelakaan itu, ya?”

Nggak mungkin, batin Lana. Ini pasti ada yang salah. Nggak mungkin jiwaku ada di tubuhku sekaligus ada di tubuh Kak Disty. Kalau pun itu bisa terjadi, ke mana jiwa Kak Disty?

Kepala Lana tiba-tiba terasa sakit. Sepertinya otaknya terlalu kencang berpikir.

“Kak… jangan bercanda,” minta Lana dengan nada memohon. “Aku tau Kak Disty bohong. Kak Disty yang ada di tubuhku, kan?”

Disty tersenyum. “Aku nggak bercanda, Kak Disty. Aku Lana.”

“Tapi…” Lana menunjuk ke arah tangan kiri Disty yang sedang meremas seprai. “Kak Disty selalu mengepalkan tangan kiri setiap kali berbohong.”

Walaupun Adisty Prameswara jago akting dan selalu mendapat peran utama saat ikut klub drama di sekolah, dia tidak tahu kalau Alana Prameswati sangat mengenal kakak mungilnya yang cantik dan suka berbohong itu.

Sial, maki Disty dalam hati. Kebiasaan bodoh ini tetap ada walaupun jiwa gue sekarang berada di dalam tubuh Lana.

“Jadi, apa Kak Disty mau selamanya berbohong seperti ini? Atau…”

Baskara masuk ke dalam ruang rawat 501 tepat sebelum Lana melanjutkan kata-katanya.

“Hai, Dis,” sapa Baskara saat melihat (tubuh) Disty yang berdiri di dekat kaki tempat tidur Lana.

“Hai,” balas Lana. “Kamu sudah ketemu Suster Melati, Bas?”

Baskara mengangguk sambil menghampiri (tubuh) Lana. “Sebentar lagi dia ke sini sama Dokter Adrian.”

“Oh…”

Lana ingin kembali bertanya tentang kondisi Disty. Tapi, melihat Baskara menggenggam tangan Lana dan menatapnya penuh cinta, Lana terdiam. Apalagi saat Lana melihat Disty tersenyum manis ke Baskara. Lana jadi teringat saat dia melihat Baskara menciumnya di balik jendela pintu tadi. Hatinya pun kembali terbakar cemburu.

Entah mendapat dorongan dari mana, Lana menghampiri Baskara. Lalu dia mencengkeram pergelangan tangan pemuda itu dan menariknya pergi ke luar ruangan.

“Ada apa, Dis?” tanya Baskara setelah mereka berada di depan ruang 501. “Kamu kenapa menarik aku ke sini?”

“Ada yang mau aku omongin sama kamu,” jawab Lana sambil melepas cengkeraman tangannya.

“Ya nggak perlu di sini, kan?” ujar Baskara dengan nada jengkel. “Kita bisa kok ngomong di depan Lana. Dia nggak akan keberatan.”

Lana menatap Baskara dengan napas terengah-engah karena menahan emosi. Sementara matanya yang berkaca-kaca tampak terluka. 

“Mungkin ini terdengar gila, tapi hatiku terasa sakit saat melihat kamu begitu mencintaiku,” ucap Lana dengan suara bergetar menahan tangis. “Tolong jangan cintai aku seperti itu, Bas. Sampai aku bisa kembali lagi ke tubuhku.”

Baskara mengerutkan keningnya. Wajahnya tampak sangat bingung. “Maksud kamu apa, Dis?”

“Aku Lana, Bas,” ucap Lana sambil menatap lurus ke mata Baskara. “Aku Alana Prameswati.”

Baskara pun menatap Lana seakan dia gadis mungil yang suka berbohong. Atau, gadis yang sudah kehilangan akal sehatnya.

***

Exit mobile version