I Hate You, Ocean! (Chapter 6)

Matahari sudah mulai masuk ke dalam kamar Rhea di celah gordennya. Kamar itu dominan dengan warna biru laut, yang konon adalah kesukaan dari mendiang neneknya. Serta perpaduan putih gading membuat kamar Rhea seperti di pinggir pantai. Rhea tinggal di sebuah penthouse di apartment besar di Jakarta. Selama hari kerja, dia akan pulang ke penthouse yang tidak jauh dari kantornya itu. Tetapi banyaknya, dia juga tidak pulang ke rumah karena malas dengan ocehan papanya. 

 

Di tempat tidur, Rhea masih tertidur pulas, tubuhnya tampak lemas namun wajahnya terlihat damai. Di tangan kirinya ada infus yang sengaja dipasang karena sejak kehujanan kemarin, tubuhnya menggigil hebat dan perutnya sakit. 

 

Beberapa menit kemudian, Rhea mulai terbangun dengan mata yang pelan-pelan terbuka. Dia melihat sosok yang bersinar di depan jendela kamarnya. Dia meminum secangkir kopi sambil mengecek pekerjaannya di iPad-nya. Saat semakin jelas, dia adalah Alakai. Dengan setelan yang berwarna putih dan khaki. Rhea mencoba menggerakan tubuhnya pelan-pelan hingga membuat Kai menghampirinya. Lagi, Rhea tersenyum tipis melihat malaikat dalam kegelapannya itu ada di pagi harinya.

“Rhe, jangan banyak gerak dulu ya.” Suara Kai begitu lembut terdengar.  Tangan Kai dengan lembut dan gentle menahan tubuh Rhea yang ingin terbangun langsung. Kai secara tidak sadar mengusap lengan Rhea dengan pelan. 

“Boleh bangun, tapi pelan-pelan.”  

Rhea mulai tersadar kalau keberadaan Kai memang ada. Dia mulai merasa malu karena ada lelaki masuk ke kamar tidurnya. Ekspresi Rhea jadi agak terganggu. 

“Kamu ngapain di kamar saya, Kai?!”

Kai baru sadar kalau dia melewati batas dan mundur.

“Maaf, Rhe kalau saya lancang. Tetapi sejak kehujanan kemarin, saya khawatir sama kamu. Kamu menggigil hebat. Setelah saya istirahat, saya minta izin ke Pak Darren untuk mengunjungi kamu.” Kai menjelaskan dengan ekspresi yang paling tenang. 

Mendengar itu, Rhea baru sadar kalau kemarin dia kehujanan lalu terjatuh di rooftop resto kesukaannya saat bertemu dengan Kai. Bahkan Kai menangkapnya saat jatuh. Rhea jadi tidak enak.

“Ya Tuhan, maaf Kai, saya baru inget. Padahal kamu ngga usah repot-repot.” 

“Ngga kok, ini juga hari Sabtu. Saya belum ada jadwal.” 

Rhea langsung menghela nafas lega, “Untunglah ini hari Sabtu.” 

“Saya pikir CEO seperti kamu ngga kenal hari libur.” Kai becanda dengan lembut dan tertawa kecil. Rhea menatap senyum Kai yang begitu manis. 

“Saya juga butuh kehidupan, Kai. Masa duduk di kursi tegak mulu.” Rhea melirik Kai dengan tatapan yang lucu. 

“Iya sih, itu yang dibilang sama ibu saya juga.” Kai teringat sesuatu lalu menatap ke nampan yang sudah berisi sarapan Rhea. “Ah iya, sarapan ya Rhe.” 

“Kenapa kamu yang bawain sarapan? Bi Arum memang kemana?” Rhea agak terkejut. 

“Sarapannya dari Bi Arum kok, saya hanya menjaga sampai kamu bangun dan mastiin kamu makan sarapannya.” 

“Pasti diminta papa ya?” 

“Pak Darren ada minta begitu, tapi saya juga ingin mastiin kamu sarapan. Tadi beliau menjenguk juga tapi kamu belum datang.” 

“Tumben, biasanya papa udah males kalo lagi-lagi GERD saya kambuh.” 

“Soal itu, saya minta maaf lagi, karena papa kamu jadi tau kemarin kamu sama saya dan kamu jadi sakit.”  Saat mendengar kalimat itu, Rhea membatin dalam hatinya, berpikir bahwa Ocean saja tidak pernah sampai membuat papanya datang ke rumah. Tetapi pikiran itu ditepisnya. 

“Saya mau sarapan, Kai.” Rhea sudah mau bangun. Kai langsung menahannya. 

“Sarapan di tempat tidur aja. Biar saya yang bawakan.”  Kai langsung sigap membawakan sarapan dengan meja lipat. Di atas meja itu tampak, bubur tim ayam, telur rebus dan air jahe. 

Rhea segera duduk dan menerima sarapan dari Kai. Kai mengelap kembali sendoknya lalu ditaruh di sebelah kanan Rhea. Dia pun membukakan tutup cangkir air jahenya untuk Rhea. Entah mengapa, Rhea hanya tertegun dengan sikap Kai. Biasanya dia akan menolak bahkan meminta untuk meninggalkannya sendiri. Tetapi rasa nyaman sudah mulai tumbuh pada hati Rhea yang rapuh. 

“Makasih, Kai. Kamu udah sarapan?” 

“Udah, tadi bareng sama papa kamu.” 

Rhea mengangguk dan juga merasa paham kalau papanya memang benar-benar akan menjodohkan mereka. Walaupun Darren tampak dingin, tetapi dia ingin yang terbaik untuk anaknya. Darren pasti merasakan hal yang sama. Kehangatan dan perhatian Kai pada Rhea membuat Darren luluh. 

 

***

 

Sebuah ruangan kerja dengan tema Victorian Era yang berukuran hampir seperti ruang tamu besar dengan sofa bed yang menghadap ke televisi 52 inch. Di sebelah kiri sofa bed, ada sudut seperti royal pantry yang menggunakan coffeemaker, kulkas mini dan lemari berisikan wine. Di area itu sedikit berantakan, seperti pemiliknya yaitu, Darren. Ketika dia sedang mengurusi sesuatu atau dalam keadaan sibuk, maka ruangan pantry yang akan jadi sasarannya. 

 

Darren di belakang laptopnya tampak tidak percaya, sesekali dia menoleh ke halaman belakang rumahnya yang tepat berada di sebelah kirinya. Ajudannya, Abra memberikan beberapa file yang diminta oleh Darren. 

 

Selang beberapa menit, pintu ruang kerja Darren diketuk dan masuklah Rhea. Rhea sudah mengenakan pakaian perginya dengan warna yang minimalis. Keadaannya sudah lebih segar daripada sebelumnya. Rhea melihat keadaan ruang kerja Darren yang cukup berantakan. 

“Ada apa, pa?” 

“Kamu sudah enakan?” 

“Sudah, pa.” 

“Kai mengantarmu ke sini?” 

Rhea menghela nafas sejenak, “Iya.” Kemudian dia duduk di sofa bed yang tampak selimutnya belum terlipat. “Papa lagi ngerjain apa sampe tidur di sini?” Rhea paham kalau papanya sudah tidur di sofa bed, artinya ada project baru. 

 

Darren segera menghampiri Rhea membawa iPad dan beberapa file.  

“Project papa udah mau rampung. Sekarang kamu lihat ini.” 

Darren memperlihatkan rekaman cctv yang mengarah ke lift di lantai tempat Rhea menginap. Tampak seorang pria dengan baju warna hitam beberapa kali bolak-balik ke sana. Pria itu tampak melewati kamar Rhea di saat Bridal Shower Rhea tengah berlangsung. Saat gambarnya di zoom, dapat terlihat cukup jelas muka pria tersebut. Wajahnya begitu familiar bagi Rhea. Rhea menatapnya semakin dekat hingga dia dapat melihat wajah itu. 

“Ini Billy, asistennya Ocean kan, pa?” 

Darren dan Abra saling bertatapan sejenak seakan memang tau kalau Rhea akan mengenali orang itu. Darren memberikan data di sebuah file yang tadi diberikan oleh Abra.

“Papa dapatkan file tentang Billy dari kenalan papa di kepolisian. Mobilnya yang dipakai oleh Billy memang berada di hotel tempat acaramu. Tapi papa belum mengetahui apa yang dia lakukan di sana. Yang pasti, papa benar-benar marah kecewa dengan keluarga mereka!” 

Rhea masih memastikan apakah yang dilihatnya itu benar atau tidak. Namun dengan data dan kesamaan wajah memang benar itu Billy. 

“Abra, kamu set meeting saya dengan Regan!” Darren tampak emosi dan Abra buru-buru mengangguk. Kemudian Rhea mencengkram tangan Darren. 

“Nanti dulu pa, biar aku yang temui Ocean. Aku mohon papa ngga usah melakukan apa-apa.” 

“Gimana papa bisa sabar? Kalau dari awal mereka mau menggagalkan pernikahan, kenapa pakai cara begini sih?!” 

Ketika Darren marah-marah, Rhea berusaha menghubungi Ocean tetapi belum-belum nada tidak tersambung dan dijawab oleh operator pun terdengar. Rhea mencoba menelpon lewat Whatsapp dan mengirim chat kepadanya. Rhea segera mengecek akun media social Ocean dan tidak ada update-an terbaru. Update terbarunya hanya sebuah foto late post dengan gambar sebuah café di Sentul rasa Bali.  Semua postingan dengan Rhea telah dihapus dan yang tersisa di café itu dan memang foto itu tengah bersama Rhea juga. Tetapi Ocean hanya post foto pemandangan di belakang café itu. Rhea berpikir sejenak dan pergi keluar dari ruangan kerja papanya. 

“Rhea, kamu mau kemana?!!” Darren berteriak mencoba menghentikan Rhea. 

“Inget, papa jangan melakukan apapun!” Rhea hanya melirik sebentar sambil setengah berteriak kepada papanya. 

 

*** 

Rhea melakukan hal yang sama dengan tempo hari saat dia memohon kepada Ocean untuk tidak melepaskannya. Dia merangsek ke gedung TERRA MODE dan berlari menuju tangga darurat ke rooftop lantai 10. Kali ini bukan hanya 2 resepsionis tetapi diikuti empat satpam lainnya. 

“Bu Rhea,  Pak Sean tidak ada di lantai 10.” 

Rhea tidak mendengar mereka dan naik terus ke lantai 10 walaupun nafasnya tersengal. 

“Bu, kami mohon untuk turun. Pak Sean benar-benar tidak ada di kantornya.”   

“Saya ngga percaya sampai saya melihatnya sendiri.” 

Rhea terus berlari dengan tidak peduli hingga lantai 10 ada di depan mata. Rhea membuka pintu daruratnya dan berlari ke arah rooftop tempat di mana Ocean mungkin berada. 

 

Benar saja, tidak ada siapa-siapa di sana. Semua tempat duduk pun tidak ada karena itu hari Sabtu.  Rhea masih tersengal dan menenangkan dirinya sendiri. Dia berpikir kemana kira-kira Ocean berada. Dua resepsionis dan empat security ikut menunggu Rhea yang kian lelah. Di saat Rhea menatap ke sekitar gedung, akhirnya dia melihat sebuah siluet pria yang dia kenali. Ocean berada di rooftop lounge lantai 13 dekat ruangan kerjanya. Ocean tidak sadar Rhea ada di sana. Rhea segera ke pintu darurat tetapi para security menahannya. 

“Bu, tolong jangan memaksa. Kami bisa panggilkan pihak berwajib.” 

“Kalau dari awal bapak tidak berbohong, saya tidak akan seperti ini. Saya hanya butuh bertemu Pak Sean sebentar saja.” 

“Kami tidak tau kalau Pak Sean kembali, karena beliau sudah berhari-hari berada di kantornya. Kemarin malam beliau sempat pulang, tapi ternyata sudah kembali lagi.” Resepsionis mencoba menjelaskan tanpa membuat Rhea curiga. 

“Saya mohon hanya 5 menit saja. Ini demi TERRA MODE!” 

Security dan resepsionis hanya berpandangan serba salah dan akhirnya membiarkan Rhea untuk pergi ke atas. Resepsionis kembali ke lobby. Dua security mengikuti Rhea. 

 

Rhea akhirnya tiba di depan pintu lounge rooftop lantai 13 dan menatap Ocean dari belakang. Keadaan ruangan kantor Ocean sama berantakannya dengan ruangan Darren, bahkan lebih berantakan lagi. Jas Ocean pun terdampar di kursi sofa dengan tidak beraturan. Rhea pelan-pelan membuka pintu lounge. 

“Kenapa Billy ada di hotel malam itu?” 

Ocean langsung menengok ke arah sumber suara. Ocean ingin menutupi kepanikannya tapi tidak bisa dan dia hanya terdiam saja. 

“Kamu mencoba untuk lari dari masalah lagi, Sean?” Nada Rhea kini meninggi sampai Ocean terkejut. “Tolong jelasin sama aku, Sean! Apa yang sebenarnya terjadi?!”

Ocean menghela nafas dan berjalan mendekati Rhea. Kali ini dia memang tampak gugup dan mencoba merangkai kata-kata untuk diceritakan kepada Rhea. 

“Aku memang meminta Billy untuk mengawasi acara itu, Rhe. Aku takut ada paparazzi atau orang iseng yang ingin menghancurkan acara kamu. Hanya itu yang aku minta sama dia.” Ocean menjelaskan tetapi kalimat terakhir tampak menggantung. 

“Tapi?” 

“Tapi aku ngga tau dia segitunya stalking-in kamu lewat cctv yang dikirim papa kamu.” 

“Papa udah kirim ke kamu?” 

“Beberapa menit yang lalu bersama headline yang dia buat.” Nada Ocean kini mulai sedih dan kecewa. Mungkin pada dirinya sendiri. Mendengar itu, Rhea membuka handphonenya dan mendapati papanya sudah meminta pihak media membuat berita tentang kecurangan yang dilakukan oleh Ocean. Rhea langsung merasa kecewa pada Darren. 

“Kecurigaan aku makin tebal ketika aku ingat beberapa hari setelah bridal shower kamu, Billy mengundurkan diri. Dia bilang bapaknya di Cilacap sakit dan harus segera dioperasi.  Aku rasa memang Billy menyimpan sesuatu.” 

“Tapi kenapa kamu sampai minta dia stalking aku, Sean?”

“Aku cuma khawatir kalau ada paparazzi aja, aku minta dia jaga kamu. Ngga ada yang lain, kok Rhe. Serius!” 

“Tapi dia malah lancang begini karena kamu kasih izin, Sean!” 

“Aku yakin bukan dia yang sampe segitunya bikin skandal tidur dengan kamu, Rhe! Dia ngga se-iseng itu. Kamu tau sendiri dia baik, kan?” 

“Tapi dia punya alasan untuk ngelakuin itu, Sean! Bapaknya sakit!”

“Aku sumpah bisa yakin sama dia, bukan dia yang ngelakuin itu.” 

“Oke kalo gitu, kamu coba hubungi dia dan minta dia ketemu sama aku!” 

“Aku udah coba kontak dia dari beberapa hari terakhir, tapi dia benar-benar hilang. Salah satu informanku di Cilacap bilang kalau dia juga sudah pindah rumah.” 

“Trus, dia kemana, Sean?! Aku yakin dia kabur karena tau sesuatu!” 

“Aku juga udah berusaha, Rhea untuk cari dia tapi gak ada!” 

Perdebatan di antara mereka tampak kian ƒserius hingga Rhea kembali runtuh lagi. Dia tidak menyangka karena kelakuan Ocean akan berujung skandal seperti ini dan hanya Billy yang dapat dicurigai. 

“Kalau kamu ngga memulainya, skandal ini mungkin gak ada.” Rhea mengatakan ini dengan ekspresi yang sangat lemas dan kecewa. Ocean tidak terima Rhea bilang begitu, karena dia merasa bukan menjadi orang yang menyebabkan hal ini semua. Ocean mencengkram dua lengan Rhea dan meminta Rhea untuk menatapnya. 

“Rhe, aku hanya meminta Billy untuk mengawasi acara itu, karena aku takut kamu kenapa-napa. Kalau Billy melakukan itu, semua diluar kuasaku. Inget Rhe, aku ngga mungkin melakukan itu. Karena perasaanku sama kamu itu nyata!” 

Rhea mulai memberontak dari cengkraman Ocean dan tatapannya yang tidak biasa. “Lepasin! Aku udah ngga percaya sama orang lain!” Namun Ocean tidak melepaskan cengkramannya. 

“Rhe, tolong percaya aku sekali ini aja. Aku bener-bener sayang sama kamu. Aku ngga mungkin ngelakuin itu semua. Tolong hentikan berita tentang itu, Rhe. TERRA MODE ngga bisa bertahan lebih lama lagi.” Ocean benar-benar mengatakannya dengan sedih. Tetapi Rhea pun tetap kecewa dan merasa kesakitan karena cengkramannya.

 

“Lepasin dia, Pak Sean.” Kai datang dari pintu lounge dengan setengah berlari karena khawatir dengan Rhea. Ocean kaget melihat Kai sudah di sana. Kai menarik tangan Ocean dari lengan Rhea. 

“Saya sedang berbicara dengan Rhea. Kenapa kamu dengan lancang masuk?” Ocean menatap Kai dengan sengit. 

“Anda boleh berbicara dengan Rhea tapi tidak dengan kekerasan! Saya ngga mau apa-apa terjadi sama dia! Dia baru saja sembuh sakit.” 

Mendengar hal itu, Ocean langsung melemah dan menyesal. “Maaf Rhe…” Ocean mencoba mau memegang pundak Rhea lagi. Tetapi Kai menepisnya dengan agak keras. 

“Kamu ini kenapa? Saya hanya mencoba bersimpati. Apa kamu juga yang akan dijodohkan dengan Rhea oleh Pak Darren?” 

“Iya, betul. Saya yang akan menikahi Rhea dengan tulus karena perasaan saya nyata.” Kai menatap Rhea dengan sungguh-sungguh ketika menyatakan hal itu. Rhea tidak menyangka Kai akan menyatakan hal itu dengan keras di depan Ocean.

“Baru beberapa menit yang lalu, Ocean mengatakan hal yang sama. Kini, Kai juga begitu. Tetapi Kai benar-benar menyelamatkan keadaan tidak nyaman ini. I hate you, Ocean! Kamu bilang sayang untuk minta aku take down berita itu! I hate you, Ocean!” Teriak Rhea dalam hatinya. 

Exit mobile version