Hati Yang Kamu Lindungi (Chapter 13)

Pos 1 sudah terlihat hanya beberapa meter lagi. Hujan mulaireda dan Danilla melangkah tanpa ingin melihat lagi kebelakang. Tetapi suara langkah Langit yang mengejarnya terusmendekat, hingga tangannya menggenggam tangan Danilla.

“Tunggu, Danilla! Jangan kaya gini.” Langit benar-benarmenahan Danilla dengan sepenuh hati. Danilla terpaksaterhenti langkahnya dan menoleh ke belakang.

“Aku mohon, untuk pikirkan apa yang aku bilang tadi Dan!” nada suara Langit kembali meninggi dan tegas. Danilla benar-benar tidak nyaman hingga sesekali melihat ke arah depan dan menemukan Chelsea datang ke pos 1 lalu melihat mereka. Danilla langsung menepis tangannya dari tangan Langit, namun Langit tetap tidak mau melepaskan.

“Langit, ada Chelsea! Jangan sakitin dia!”

“Ngga, biar aja dia tau!”

Danilla menjadi kesal dan berusaha melepaskan sendirisampai memohon lalu berkaca-kaca.

“Kamu bukan Langit yang aku kenal, dulu kamu ngga keraskepala gini! Lepas!”

Langit tidak kuasa melihat air mata yang nyaris tumpah di pipi Danilla. Langit akhirnya melepaskan tangan Danilla. Chelsea pun berangsur mendekati Langit.

“Langit! Syukurlah kamu udah kembali!” Chelsea agakbingung dengan suasana antara Danilla dan Langit tadi, tetapidia lebih fokus melihat Langit. Danilla berjalan bahkanmelewati Berry dengan cuek begitu saja. Berry menatapDanilla dengan sedih dan mengikutinya untuk berjalanmenjauh.

“Dan, lo kenapa?”

“Gue pengen pulang, Ber.”

“Iya kita jalan ke mess langsung ya.”

“Ngga, gue pengen balik ke Jakarta.”

Berry memelankan langkahnya dan tampak bingung denganucapan Danilla yang begitu serius dan mengagetkannya. Dalam perjalanan mereka berdua menuju mess, Danillatampak hanya bergumam dalam hati. Sementara, Berry sibukdengan handphonenya, mencoba mengirim chat pada Indy untuk standby karena Danilla sepertinya membutuhkannya.

***

Pelangi tampak menjulang dari balik awan, memberikansalam pada kota Bima yang sudah berembun karena hujan. Dari atas mess Danilla dan kawan-kawan, langit sudahtampak mulai gelap. Aktivitas warga sekitar pun berhenti. Danilla dan Berry tampak berjalan menuju mess. Keduanyamasih terdiam. Indy sudah menunggu di depan mess Danilladengan wajah khawatir. Danilla langsung menghambur Indy dengan pelukan. Hal ini baru terjadi kali ini, Indy cukup herandengan sikap Danilla. Pelukannya terasa berat dan Indy sepenuh tenaga menangkapnya. Berry yang berada di sebelahmereka, ikut khawatir namun memberikan kode kepada Indy untuk pergi dari sana. Sesaat Berry pergi, dering handphone Danilla berbunyi. Danilla melepaskan pelukannya dari Indy. Dilihatnya di layar, yang menelponnya adalah Fikar.

“Sayang, kamu udah pulang dari rumah sakit?” seketika, suaraFikar menjadi begitu cukup nyaman didengar, karena Danillamerasa bersalah dengannya. Danilla memberikan kode kepadaIndy untuk menunggu. Indy mengangguk lalu masuk kedalam membiarkan Danilla untuk berada di teras.

“Iya, aku baru aja pulang ke mess. Gimana kerja kamu, Kar?”

“Everything’s good, sayang. Udah ada makan malem?”

“Udah, biasanya dapet dari kantin mess kok.”

“Wait, suara kamu kenapa lemes gini, sayang? Kamu baik-baik aja?”

Danilla merasa kepekaan Fikar kali ini terasa manis, karenamemang selama ini Danilla tidak memerhatikan itu. Hanyabenar-benar sekali-kali saja, Danilla peka terhadap Fikar.

“Aku cuma capek aja, Kar. Aku pengen pulang ke Jakarta.”

“Sepuluh hari lagi kan? Tenang, support system kamu bakaljemput kamu nanti bahkan pake karpet merah.” Fikar ketawakecil berusaha menghibur Danilla. Danilla tertegun dan malahmelamun hingga salah satu pertanyaan yang membuatnyainsecure terhadap perasaannya pada Fikar pun keluar.

“Kar, kamu bener-bener sayang sama aku?”

Dalam beberapa detik Fikar tidak langsung menjawabpertanyaan itu.

“Kenapa kamu tanya itu, Dan? Ini tumben banget lho.”

“Aku cuma pengen tau apa dalam dua tahun ini, perasaankamu nyata sama aku?”

“Kenapa kamu baru tanya sekarang, Dan? Kemana aja kamuselama ini?”

Nada bicara Fikar seakan mulai berubah dan membuat Danillamemang merasa bersalah.

“Aku sayang sama kamu dan kamu tau itu. Trus, kamunyasendiri gimana?”

Degup jantung Danilla mendadak cepat dan tidak menyangkaFikar akan menanyakan hal ini. Danilla memang sayangdengan Fikar. Tetapi perasaan itu belum bisa sedalam sepertiyang Fikar alami padanya. Namun, Danilla sekali lagi harusmenghargai Fikar.

“Aku juga.”

“Aku lega dengernya. Kamu jangan mikir yang macem-macem, kita ketemu sepuluh hari lagi. Kamu harus sehat-sehatya, sayang.”

“Iya, Kar. Kamu juga jaga kesehatan yaa. Kamu istirahat dulugih.”

Danilla mengakhiri panggilan dari Fikar dan termenung laluberanjak masuk. Saat di ruang tamu, Indy duduk sambilmenata makan malam untuk mereka. Danilla dan Indy sempatbertatapan beberapa detik. Danilla duduk di sebelah Indy.

“Sebenernya lo kenapa, Dan? Berry khawatir banget soalnyamuka lo sedih sama kusut banget pas balik dari pos 2.”

“Langit ga akan tunangan kalo gue minta dia untuk berhenti.Saat dia bilang kaya gitu, gue ngerasa jahat banget sama Fikardan Chelsea. Padahal gue sendiri aja ngga tau kalau Langitbener-bener tulus apa ngga dengan ucapan itu.”

“Trus lo jawab apa?”

“Gue ngga mau ada yang tersakiti. Trus, dia malah bilangngga peduli karena dia ngga mau berada di cinta yang terpaksa.”

“Jadi, maksudnya tunangannya Langit sama Chelsea ituperjodohan?”

“Gue juga ngga tau, Ndy. Yang jelas, saat itu Langit begitutegas, bahkan bikin gue takut dan kaya ngga ngenalin diayang dulu.” Indy berusaha mencerna perkataan Danilla.

“Dari dalam lubuk hati lo, apa yang tebersit pertama, Dan? Lo mau ngga?”

Sesaat pertanyaan Indy membuat Danilla terdiam, seakan daritadi dia memang menolak untuk mengatakan kata iya.

“Trus, Fikar sama Chelsea gimana?” Danilla kembalibimbang memikirkan orang-orang di antara Langit dan dirinya.

“Gue ngga butuh orang-orang itu di pertanyaan gue, gue cumamau tau dari lo. Lo mau ngga balikan sama Langit dan menghentikan pertunangan mereka?”

Pertanyaan dan nada tegas Indy cukup menghunus hatiDanilla dan dia tau dia belum bisa menjawab itu karenabanyak hati yang harus dia lindungi.

“Gue belum bisa jawab, Ndy.”

“Sorry kalo sebelumnya gue jadi seperti nguping pembicaraanlo sama Fikar, tapi cukup kedengeran sama gue. Tapi, dalamkeadaan ini bukan saatnya lo nanya dia sayang sama lo. Tapi, lo harus tanya diri lo sendiri, lo sayang sama siapa. Siapayang lo dambain buat bersama dan bisa bahagiain lo, Dan.”  Indy tampak mulai khawatir. Di tangannya memeganghandphone yang membuka Instagram akun @neynadiir, perempuan yang diisukan merupakan selingkuhan Fikar. Indy seakan tidak mau membuka temuan barunya pada sahabatnyaitu, karena hal itu akan makin membuat Danilla bingung.

“Kalo gue boleh menyimpulkan, Langit mungkin beranibicara seperti itu karena dia ngga bener-bener sayang samaChelsea dan dia terpaksa harus melanjutkan pertunangan itu. Dia lagi teriak meminta tolong sama mantan yang sebenernyajelas, masih punya rasa salah atau bahkan rasa sayang samadia. Gue harap lo bisa mikirin lagi perasaan lo. Bukan hatiyang lo lindungi. Karena kalo lo tau apa yang lo mau, bahkanitu harus nyakitin orang, tapi lo yang jalanin, Dan.” Indy mengucapkan poin yang benar-benar membuat Danillatertegun dan hanya dapat memandang ke luar.

“Langit, apa bener yang Indy simpulkan tentang kamu? Apakamu bener-bener terlibat cinta yang terpaksa?”