Sobat Vero pernikahan adalah ikatan lahir batin antara dua orang yang berlainan jenis (laki-laki dan perempuan) untuk hidup bersama dalam satu rumah tangga. Usia ideal untuk menikah di setiap negara umumnya memiliki perbedaan. Sejumlah penelitian menyebutkan batas usia menikah yang tercantum pada UU Perkawinan Nomor 1 tahun 1974 sebetulnya sangat tidak ideal. Pasal 7 ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 menyatakan bahwa perkawinan hanya diizinkan apabila pihak pria mencapai umur 19 (sembilan belas) tahun dan pihak wanita sudah mencapai usia 16 (enam belas) tahun.
Melihat dari batas usia ideal menikah yang ditetapkan UU tersebut, tak heran jika pernikahan di usia muda sudah menjadi pemandangan biasa di negeri ini. Padahal di Jepang usia rata-rata menikah sekitar 30 tahun untuk laki-laki dan usia 29 tahun untuk perempuan. Sedangkan di Italia usia rata-rata pernikahan laki-laki di umur 35 tahun dan perempuan di 32 tahun.
Sobat Vero berdasarkan data Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), pernikahan dini di antara remaja usia belasan akhir hingga 20–an awal banyak terjadi atas alasan adat atau kehamilan di luar nikah .
Simak persyaratan apa saja sebenarnya yang perempuan perlukan sebelum menikah!
Banyak lembaga bantuan hukum nasional merasa keberatan dengan standar usia menikah UU Perkawinan yang terlalu rendah. Yayasan Pemantauan Hak Anak (YPHA) sempat meminta Mahkamah Konstiusi untuk menaikkan batas minimal usi menikah bagi perempuan menjadi 18 tahun. Lantas persyaratan untuk perempuan menikah itu apa saja?
Berdasarkan ketentuan PMA Nomor 20 Tahun 2019, berikut adalah beberapa dokumen administrasi sebagai syarat nikah bagi perempuandan pria yang wajib dipenuhi:
Persiapan mental bagi Perempuan juga penting
Masalah administrasi penting, tapi Sobat Vero juga perlu mempersiapkan mental sebelum membangun rumah tangga.
Memahami dan menerima perubahan dalam hidup: Setelah menikah banyak sekali perubahan yang akan dialami, tidak seperti saat masih lajang. Hal tersebut meliputi perubahan prioritas, gaya hidup, pengeluaran dan tabungan, asuransi sebagai perlindungan, kebiasaan, bahkan cara pandang.
Membiasakan diri dengan “kita”: Saat menikah tak ada lagi kata “aku” dan “kamu”, yang ada hanyalah “kita”. Tapi bukan berarti kamu akan kehilangan privasi atau hak pribadimu ya.
Kursus Pranikah: Tidak ada salahnya untuk mengikuti kelas atau kursus pranikah. Konseling ini biasanya memfasilitasi diskusi untuk menjawab pertanyaan dan kegelisahan seputar pernikahan.
Belajar memaafkan: Dalam sebuah rumah tangga, perbedaan pendapat mungkin bisa saja terjadi. Karena pada dasarnya, kita tidak bisa menyatukan dua isi kepala yang berbeda. Sehingga, sudah sepatutnya sebagai calon pasangan suami istri untuk saling menghormati perbedaan.
Nah, sebagai perempuan kalian juga perlu menyiapkan diri untuk menjadi ibu, karena setelah menjadi istri seorang perempuan bisa dengan cepat menjadi seorang ibu, itu juga perlu diperhatikan.
Jadi tak perlu bingung lagi ya sekarang Sobat Vero saat menghadapi pernikahan yang mungkin tinggal hitungan bulan.