Eko Prawoto Berpulang, Deretan Karya Peninggalan Arsitek Kebanggan Indonesia

Bagi kalian yang sangat menyukai seni, khususnya seni arsitektur, pasti kenal dengan Eko Prawoto. Beliau merupakan sosok seniman yang sangat dihormati. Sosoknya yang selalu berpikir kritis membuatnya jadi salah satu yang berpengaruh dalam perkembangan arsitektur di Indonesia.

Lahir di Purworejo tahun 1958, Eko Prawoto harus berpulang di usianya yang ke 65 tahun. Semasa hidupnya Eko telah menciptakan banyak karya yang tak hanya diakui Indonesia, tapi juga dunia.

Alumni Universitas Gadjah Mada ini merupakan salah satu inisiator sekaligus dosen di jurusan Arsitektur Universitas Kristen Duta Wacana, Yogyakarta.

Ciri khas dari setiap karya Eko adalah unik dan meningkatkan nilai lokalitas. Seniman kebanggaan Yogyakarta ini kerap menonjolkan lokalitas Nusantaranya, dan selaras dengan alam, nampak dari material yang ia gunakan pada karyanya.

Eko mengerjakan proyek dari skala kecil hingga besar, mulai dari galeri seni, rumah pribadi hingga fasilitas masyarakat. Salah satu rumah publik figur juga sempat ia buat, yaitu rumah milik seniman senior Butet Kartaredjasa pada tahun 2001-2002.

Banyak juga kafe yang Eko kerjakan, bahkan Talaga Sampireun Ancol di Jakarta itu beliau yang membuatnya loh Sobat Vero.

Karya dan penghargaan

Sebelum ia meninggal, Eko berhasil membangun Eko Prawoto Architecture Workshop pada tahun 2000.

Fokusnya adalah memanfaatkan material yang berasal dari alam atau bekas pakai untuk didaur ulang menjadi hal yang lebih bernilai seni tinggi.

Karya penting arsitek senior ini  adalah Gereja Kristen Indonesia Sokaraja  (1994-1995), Cemeti Art House serta Via-via Café (2010).

Paska gempa Yogyakarta tahun 2006 Eko Prawoto pun tergabung sebagai relawan di Ngibikan, dalam proyek rekonstruksi daerah bencana.

Karya Cemeti Art House Source: jogjaheritagesociety.org

Untuk karyanya Cemeti Art House di Yogyakarta, Eko mendapat penghargaan peringkat ke-3 dalam Sayembara Desain Rumah Sederhana oleh REI-Inkindo Jawa Tengah, 1996 dan IAI Awards 2002 untuk kategori Bangunan Budaya.

Beliau juga mendapat penghargaan shortlist Aga Khan Award 2010, dan Citation pada IAI Awards 2018.

Sementara untuk karyanya Via-via Café sempat dimuat di Indonesia Architecture Now 2, House Series: Tropical Eco House Book, ARCHINESIA vol. 6, dan Architecture Guide Indonesia karya Imelda Akmal.

Aktif ikut pameran seni dalam dan luar negeri

Eko juga aktif ikut serta dalam beberapa pameran skala nasional hingga internasional khususnya pameran seni instalasi, salah satunya di pameran Tektonik Arsitektur YB Mangunwijaya.

Untuk pameran di tingkat internasional Eko pernah terlibat di pameran Singapore Biennale 2013 dengan karya Wormhole, Holbaek Denmark 2016 untuk karya Shell At The Sea dan karya Bale Kembang di Europalia 2017, Antwerp, Belgia.

Karya Bale Kembang Source: archinesia.com

Selain itu Eko ikut juga dalam pameran di Venice Biennale 2000, Arte All-arte, Gwangju Biennale, Echigo Tsumari Art Triennial, Kamikatsu Art Festival, Anyang people Art Project di Korea, Common Ground Australia, Sonsbeek 2016, hingga Regionale XII di Austria.

Banyak karya Eko yang fenomenal, saat Eko ikut di pameran I Light Singapore – Bicentennial Edition pada awal 2019 lalu, dirinya menghadirkan karya berjudul Time Traveller yang unik.

Kalau seniman sudah berkarya sekalipun sudah tiada, karya-karyanya akan terus abadi ya Sobat Vero.