5 Pengadilan Negeri Ini Kabulkan Pernikahan Beda Agama Loh!

Seperti yang telah diketahui bahwa negara kita tidak mengizinkan menikah dengan beda agama, namun ada sejumlah pengadilan yang akhirnya mengabulkan permohonan penikahan beda agama dengan alasan-alasan tertentu, kepo kan Sobat Vero pengadilan mana saja itu?

Beberapa pengadilan di Indonesia sudah mulai mengabulkan permohonan pernikahan beda agama dengan landasan pada UU Adminduk, putusan MA nomor 1400/K/Pdt/1986, dan alasan sosiologis.

Pengadilan Negeri Surabaya

Pengadilan ini pada Juni 2022 telah mengesahkan pernikahan beda agama pasangan Islam dan Kristen. Saat itu hakim dalam putusannya memerintahkan dukcapil mencatatkan perkawinan pasangan beda agama tersebut.

Pemohon dalam gugatan adalah RA calon pengantin pria dan EDS calon pengantin perempuan diketahui menikah sesuai agama masing-masing pada Maret 2022.

Namun saat hendak mencatatkan pernikahannya ke Dinas Catatan Sipil, mereka ditolak. Lalu keduanya mengajukan penetapan ke PN Surabaya agar mendapat izin menikah beda agama.

Kemudian penetapan yang berbunyi “Memberikan izin kepada Para Pemohon untuk melangsungkan perkawinan beda agama di hadapan pejabat Kantor Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kota Madya Surabaya,” pun resmi dikeluarkan oleh hakim tunggal Imam Supriyadi.

Pengadilan Negeri Tangerang

Lalu pada akhir November 2022, Pengadilan Negeri Tangerang mengesahkan pernikahan sepasang pengantin beda agama, Islam dan Kristen yakni EHS dan MG.

Mereka menikah pada paroki di Rantauprapat tanggal 23 Juli 2022. Setelah menikah mereka pun hidup serumah di Serpong, Tangerang Selatan, Provinsi Banten.

Dengan begitu pasangan tersebut meminta penetapan dari pengadilan agar Dukcapil mau mencatatkan pernikahan beda agama mereka.

Oleh hakim tunggal Aji Suryo saat itu, pasangan tersebut akhirnya mendapat izin untuk mengesahkan pernikahan beda agama menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku ke Kantor Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kota Tangsel.

Pengadilan Negeri Yogyakarta

Pengadilan Negeri Yogyakarta ternyata juga pernah mengesahkan pernikahan antara AP yang beragama Islam dan NY beragama Katolik.

Pernikahan mereka disahkan hakim untuk mencegah terjadinya kumpul kebo atau tinggal serumah tanpa ikatan pernikahan.

Akhirnya laporan pada Desember 2022, pasangan tersebut menikah pada 3 September 2022 di sebuah gereja di Sleman, lalu usai menikah mereka tinggal di Bantul.

Namun mereka terkendala ketika mengajukan pencatatan pernikahan ke Dinas Dukcapil Kota Yogyakarta lantaran perbedaan keyakinan tersebut.

Karena itu pasangan beda agama ini meminta penetapan dari PN Yogyakarta dan akhirnya dikabulkan.

Pengadilan Jakarta Selatan

Belum lama ini Pengadilan Negeri Jakarta Selatan membuat terobosan serupa dengan mengizikan pasangan Islam dan Katolik menikah.

Hakim tunggal I Dewa Made Budiwatsara kala itu mengizinkan YT yang beragama Islam dan CM yang beragama Katolik mendaftarkan pernikahannya ke Kantor Suku Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kota Jaksel.

Pasangan ini sudah menikah di salah satu gereja di Jakarta, namun saat mendaftarkan pernikahan mereka ke Dukcapil, mereka diminta untuk meminta izin terlebih dahulu ke pengadilan.

Akhirnya saat keduanya mengajukan permohonan, Hakim mengabulkan permohonan mereka dan memerintahkan Kantor Suku Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Jaksel untuk mencatatkan pernikahan beda agama pemohon ke register pencatatan perkawinan agar segera diterbitkan Akta Perkawinan mereka.

Pengadilan Negeri Jakarta Pusat

Izin untuk pernikahan beda agama juga baru-baru ini dikeluarkan PN Jakarta Pusat pada akhir Juni 2023 lalu. Pihak pengadilan membolehkan pernikahan beda agama terhadap JEA yang beragama Kristen dan SW yang beragama Islam.

Pasangan tersebut menikah di salah satu gereja yang ada di Pamulang, namun sama seperti pasangan beda agama lainnya, mereka terkendala saat ingin mendaftarkan pernikahannya karena ditolak negara dengan alasan perbedaan agama.

Mereka pun mengajukan permohonan ke PN Jakpus. Kemudian PN Jakpus mengeluarkan putusan yang berbunyi “Memberikan izin kepada para pemohon untuk mencatatkan perkawinan beda agama di Kantor Suku Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kota Jakpus,”, putusan tersebut diketok langsung oleh hakim tunggal Bintang AL.

Hakim Bintang AL menyatakan putusan tersebut sudah sesuai Pasal 35 huruf a UU 232006 tentang Adminduk.

Juga berdasarkan putusan MA Nomor 1400 K/PDT/1986 yang mengabulkan permohonan kasasi tentang izin perkawinan beda agama.

Hakim Bintang AL meyakini bahwa pengadilan menilai perkawinan antar agama secara obyektif sosiologis adalah wajar dan sangat memungkinkan terjadi mengingat letak geografis Indonesia, heterogenitas penduduk Indonesia dan bermacam agama yang diakui secara sah keberadaannya di Indonesia, maka ironis jika perkawinan beda agama di Indonesia tidak diperbolehkan karena tidak diatur dalam suatu undang-undang.

Risiko pernikahan beda agama secara psikologis

Ketika bicara tentang pernikahan beda agama, rupanya ada risiko secara psikologis yang bisa ditanggung pasangan beda agama.

Hairunas, Ahli Presiden dalam sidang lanjutan pengujian materil Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan (UU Perkawinan) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, menjabarkan dampak dari pernikahan beda agama dari perspektif psikologis.

Keyakinan terhadap suatu agama adalah hak individu, yang pada hakikatnya tidak dapat dipaksakan, termasuk mengubah keyakinannya. Menurut Hairunas, pemaksaan pindah agama karena pernikahan dapat melukai psikologis seseorang dan hal tersebut adalah emosional sesaat.

Maka dari itu pernikahan beda agama dapat menciderai dan mengganggu kestabilan kerukunan keluarga dari kedua pihak, baik calon istri maupun calon suami. Bahkan lebih konkret lagi Hairunas menggambarkan pelaku pernikahan beda agama cenderung sulit berinteraksi dengan keluarga pasangan terlebih jika keduanya memiliki anak karena akan menghadapi pilihan berat untuk mengikuti salah satu agama yang dianut orang tuanya dan pilihan dilematis ini akan berlanjut terus-menerus.

Kalau menurut Sobat Vero bagaimana nih tentang pernikahan beda agama di Indonesia?